Tuesday, September 30, 2008

Peluang Yang Harus diperjuangkan

Prospek dikancah dunia kerjaku










Ya...maju terus perfusionist.

Kelelahan Yang tak tertahan

Ya ketika pekerjaan terasa penuh dengan tanggungjawab dan terkadang juga karena dalam kondisi yang menunggu lama akhirnya......



Huft tidur untuk sesaat memang sungguh nikmat yang sungguh luar biasa....













Tapi yang pasti dalam kondisi ini...tetap dalam kondisi stanby penuh alias waspada selalu untuk tempur lagi....

Sebuah Review Kehidupan Antara Ukhuwah ini



Jalanan kota Jakarta siang itu, seperti biasa, macet. Ingin rasanya memacu kendaraan ini, namun jalanan penuh dengan kendaraan yang semakin banyak asap hitamnya. Berjalan merambat pelan seolah masih menyimpan banyak ruang yang kosong.

Sembari meredakan penat, Satu demi satu artis diradio mulai unjuk gigi. Menghias panas terik mentari dengan lagu-lagu bertemakan sosial dan kemasyarakatan. Kadang di hiasai sindiran ala politikus, tapi kadang dinodai oleh lirik-lirik sendu yang kurang pantas dilantunkan.

Kembali kuingat wajah ini










Ya ikhwan FIK UI...dulunya kepikiran makin berkurang tapi ternyata makin banyak per angkatan...Mantep dech

Monday, August 25, 2008

Matematika Gaji dan Logika Sedekah

Dalam satu kesempatan tak terduga, saya bertemu pria ini. Orang-orang biasa memanggilnya Mas Ajy. Saya tertarik dengan falsafah hidupnya, yang menurut saya, sudah agak jarang di zaman ini, di Jakarta ini. Dari sinilah perbincangan kami mengalir lancar.

Kami bertemu dalam satu forum pelatihan profesi keguruan yang diprogram sebuah LSM bekerja sama dengan salah satu departemen di dalam negeri. Tapi, saya justru mendapat banyak pelajaran bernilai bukan dari pelatihan itu. Melainkan dari pria ini.

Saya menduga ia berasal dari kelas sosial terpandang dan mapan. Karena penampilannya rapih, menarik dan wajah yang tampan. Namun tidak seperti yang saya duga, Mas Ajy berasal dari keluarga yang pas-pasan. Jauh dari mapan. Sungguh kontras kenyataan hidup yang dialaminya dengan sikap hidup yang dijalaninya. Sangat jelas saya lihat dan saya pahami dari beberapa kali perbincangan yang kami bangun.

Satu kali kami bicara tentang penghasilan sebagai guru. Bertukar informasi dan memperbandingkan nasib kami satu dengan yang lain, satu sekolah dengan sekolah lainnya. Kami bercerita tentang dapur kami masing-masing. Hampir tidak ada perbedaan mencolok. Kami sama-sama bernasib "guru" yang katanya pahlawan tanpa tanda jasa. Yang membedakan sangat mencolok antara saya dan Mas Ajy adalah sikap hidupnya yang amat berbudi. Darinya saya tahu hakikat nilai di balik materi.

Penghasilannya sebulan sebagai guru kontrak tidak logis untuk membiayai seorang isteri dan dua orang putra-putrinya. Dia juga masih memiliki tanggungan seorang adik yang harus dihantarkannya hingga selesai SMA. Sering pula Mas Ajy menggenapi belanja kedua ibu bapaknya yang tak lagi berpenghasilan. Menurutnya, hitungan matematika gajinya barulah bisa mencukupi untuk hidup sederhana apabila gajinya dikalikan 3 kali dari jumlah yang diterimanya.

"Tapi, hidup kita tidak seluruhnya matematika dan angka-angka. Ada dimensi non matematis dan di luar angka-angka logis."
"Maksud Mas Ajy gimana, aku nggak ngerti?"
"Ya, kalau kita hanya tertuju pada gaji, kita akan menjadi orang pelit. Individualis. Bahkan bisa jadi tamak, loba. Karena berapapun sebenarnya nilai gaji setiap orang, dia tidak akan pernah merasa cukup. Lalu dia akan berkata, bagaimana mau sedekah, untuk kita saja kurang."

"Kenyataannya memang begitu kan Mas?", kata saya mengiayakan. "Mana mungkin dengan gaji sebesar itu, kita bisa hidup tenang, bisa sedekah. Bisa berbagi." Saya mencoba menegaskan pernyataan awalnya.

"Ya, karena kita masih menggunakan pola pikir matematis. Cobalah keluar dari medium itu. Oke, sakarang jawab pertanyaan saya. Kita punya uang sepuluh ribu. Makan bakso enam ribu. Es campur tiga ribu. Yang seribu kita berikan pada pengemis, berapa sisa uang kita?"
"Tidak ada. Habis." jawab saya spontan.
"Tapi saya jawab masih ada. Kita masih memiliki sisa seribu rupiah. Dan seribu rupiah itu abadi. Bahkan memancing rezeki yang tidak terduga."

Saya mencoba mencerna lebih dalam penjelasannya. Saya agak tercenung pada jawaban pasti yang dilontarkannya. Bagaimana mungkin masih tersisa uang seribu rupiah? Dari mana sisanya?

"Mas, bagaimana bisa. Uang yang terakhir seribu rupiah itu, kan sudah diberikan pada pengemis ", saya tak sabar untuk mendapat jawabannya.

"Ya memang habis, karena kita masih memakai logika matematis. Tapi cobalah tinggalkan pola pikir itu dan beralihlah pada logika sedekah. Uang yang seribu itu dinikmati pengemis. Jangan salah, bisa jadi puluhan lontaran doa' keberkahan untuk kita keluar dari mulut pengemis itu atas pemberian kita. Itu baru satu pengemis. Bagaimana jika kita memberikannya lebih. Itu dicatat malaikat dan didengar Allah. Itu menjadi sedekah kita pada Allah dan menjadi penolong di akhirat. Sesungguhnya yang seribu itulah milik kita. Yang abadi. Sementara nilai bakso dan es campur itu, ujung-ujungnya masuk WC."

Subhanallah. Saya hanya terpaku mendapat jawaban yang dilontarkannya. Sebegitu dalam penghayatannya atas sedekah melalui contoh kecil yang hidup di tengah-tengah kita yang sering terlupakan. Sedekah memang berat. Sedekah menurutnya hanya sanggup dilakukan oleh orang yang telah merasa cukup, bukan orang kaya. Orang yang berlimpah harta tapi tidak mau sedekah, hakikatnya sebagai orang miskin sebab ia merasa masih kurang serta sayang untuk memberi dan berbagi.

Penekanan arti keberkahan sedekah diutarakannya lebih panjang melalui pola hubungan anak dan orang tua. Dalam obrolannya, Mas Ajy seperti ingin menggarisbawahi, bahwa berapapun nilai yang kita keluarkan untuk mencukupi kebutuhan orang tua, belum bisa membayar lunas jasa-jasanya. Air susunya, dekapannya, buaiannya, kecupan sayangnya dan sejagat haru biru perasaanya. Tetapi di saat bersamaan, semakin banyak nilai yang dibayar untuk itu, Allah akan menggantinya berlipat-lipat.

"Terus, gimana caranya Mas, agar bisa menyeimbangkan nilai metematis dengan dimensi sedekah itu?".
"Pertama, ingat, sedekah tidak akan membuat orang jadi miskin, tapi sebaliknya menjadikan ia kaya. Kedua, jangan terikat dengan keterbatasan gaji, tapi percayalah pada keluasan rizki. Ketiga, lihatlah ke bawah, jangan lihat ke atas. Dan yang terakhir, padukanlah nilai qona'ah, ridha dan syukur". Saya semakin tertegun

Dalam hati kecil, saya meraba semua garis hidup yang telah saya habiskan. Terlalu jauh jarak saya dengan Mas Ajy. Terlalu kerdil selama ini pandangan saya tentang materi. Ada keterbungkaman yang lama saya rasakan di dada. Seolah-oleh semua penjelasan yang dilontarkannya menutup rapat egoisme kecongkakan saya dan membukakan perlahan-lahan kesadaran batin yang telah lama diabaikan. Ya Allah saya mendapatkan satu untai mutiara melalui pertemuan ini. Saya ingin segera pulang dan mencari butir-butir mutiara lain yang masih berserak dan belum sempat saya kumpulkan.
***
Sepulang berjamaah saya membuka kembali Al-Qur'an. Telah beberapa waktu saya acuhkan. Ada getaran seolah menarik saya untuk meraih dan membukanya. Spontan saya buka sekenanya. Saya terperanjat, sedetik saya ingat Mas Ajy. Allah mengingatkan saya kembali:

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Terjemah QS. Al-Baqarah [2] 261)

(email dari teman...sebagai bahan renungan kembali....)

Friday, June 06, 2008

Bagaimana diri ini berkembang…..

Ya suatu saat ketika ada dua insane keperawatan berdikusi dengan teman seprofesi namun beda Institusi(X dan Y) munculah perbincangan mengenai bagaimana karier pribadi masing-masing. Wah seru dan sedikit membosankan memang. Dimana seru karena itu sebuah tantangan dan membosankannya dilihat dari sisi sistem yang susah dibangun untuk mendukung terwujudkannya cita-cita tadi. Ceritanya sebagai berikut. Ketika Si Y ditanya sudah jadi apa…ya kita jawab namanya jadi pegawai baru ya seperti inilah. Pegawai tingkat awal yang harus banyak adaptasi dengan apa yang ada kataku. Terus gmana prospekmu,…ya mau apa dikata secara rasional sederhana akan sudah banyak S1 Keperawatan disini so kan nggak mungkin semuanya jadi pemimpin atau the best kan. Karena dikehidupan selalu ada besar kecil. Kemudian dia melanjutkan ke pertanyaan apakah anda akan bertahan dengan kondisi tersebut…….Ya pertanyaan sensitif memang tapi memang harus dijawab walaupun cuman formalitas. Jawaban adalah rizki semuanya dari ALLAH…Kepada dialah kita memohon dan sudah menjadi kewajiban kita bersyukur atas segalanya. Nah rasa syukur ini secara pribadi adalah bagaimana kita profesional dengan apa yang menjadi tanggungjawab kita dikerjaan tersebut katanya. Biarlah orang dan sistemnya yang menilai secara lahiriah. Masalah nanti saya dihargai, dinaikan jabatan, atau malah diputus kontrak biarlah sistem tadi mengevaluasinya.

Memang terkadang ada rasa berontak, kok seperti ini dan itu. Namun memang setiap orang punya bargaining sendiri. Dalam artian apakah diri ini dihargai sesuai dengan kompetensi dan skill-nya. Nah itu dikembalikan ke pribadi masing2. Nah pertanyaan kemudian bergulir ke si X, ”bagaimana dengan anda sendiri?” Langsung aja disodorkannya pertanyaan apakah akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Kan kesempatan ada. Kata beliau”X”, begini...memang kesempatan ada, namun disini alaias ditempat kerjanya apa yang telah dicapai dengan pendidikan tersebut bukan menjadi jaminan dia mendapatkan rasa respect dari semuanya(baik secara posisi dikerjaan, aktualisasi di dalam unit kerja ataupun sampai salary). Faktor yang penting ditempat kerjanya adalah sisi pengalaman dan lama kerjanya untuk mencapai apa yang dia utarakan tadi. Jadi buat apa sekolah tinggi kalau jadinya mentok2 seperti ini...”pion”. ...huuuft...hening sejenak.

Memang berat ketika mendengarkan kesimpulan beliau. Memang banyak faktor yang memperngaruhi, sehingga kita berdua tak bisa menjustifikasikannya. Namun diakhir diskusi muncul sebuah kesimpulan dimana kesimpulan itu sesuai dengan prinsip mereka berdua dimana setiap insan harus terus lebih baik dari pada hari sebelumnya. Jadi kita berdua berkesimpulan bahwa mengembangkan karier itu hendaknya punya dasar ini dengan menyingkirkan faktor – faktor yang diatas telah dibahas. Faktor-faktor keduniawian dimana kedudukan, salary, aturan2 yang protokoler yang terkadang membelenggu, rasa aktualisasi yang ingin dipuaskan dan faktor seperti ekonomi bahkan impian personal yang merayu.

Jadi rasa ingin mengembangkan diri adalah bagaimana kita menjadi lebih baik dari hari sebelumnya, dimana diri ini tak mau menjadi orang yang merugi karena lebih jelek dari hari sebelumnya atau sama dengan hari sebelumnya. Apa yang diperbuat semakin hari semakin mantap karena sesungguhnya memang itulah seharusnya fitrah manusia. Semoga sang maha Pengadil memberikan RizkiNya dengan sebaik-baik takdir hambanya.

Dan akhirnya diskusi itu berakhir, dengan sama-sama menghela nafas dalam dan beristighfar didalam hati karena memang sangat memungkinkan dalam percakapan tadi banyak sekali kekhilafan yang membawa2 nama orang ataupun institusi tanpa maksud menjelek2kan.

Semoga persaudaraan ini terus erat katanya..........Terus berkembanglah jadi lebih dewasa dan jauh lebih baik. Amin.

Thursday, April 10, 2008

SetiAP PAgi Memacu Adrenalin,,Mengadu NYawA

Huft...hujan terus turun dari pagi tadi...berhenti...hujan lagi nggak ade bosennya ya. Tapi Itulah berkah tersendiri jika kita memang tahu hikmah dibelakang itu semua.


yAP SEBUAH PROLOG DAN MENGINGATKAN AKU SEWAKTU TADI PAGI JALANAN JAKARTA MACET SEPERTI BIASANYA DAN HUJAN LAGI. wAH JADI TERLAMBAT DECH. Namun yang terasa sewaktu tadi pagi adalah rasa buru2 yang memang sering terlatih tapa disadari sehingga harus memacu mkuda besiku secepat kilat. Bak pembalap di sirkuit. Dimana lampu hijau menyala...semua motor bak lebah mluncur dengan kecepatan BALAPAN. Wusftttt....adrenalinku pun terpancing. 100 km/jam naik lagi jadi 120 km/jam and jalur bus way pun diterjang....Wusft....


Tapi pas ditengah2 perjalanan terbersit bayang2 orang2 yang menanti dikerjaan....Eit sabar -sabar ...pelan2 gas dikendorkan lagi dan akhirnya pelan-pelan juga coz macet juga so gak bisa ngebalap lagi dech.


Ya itu sebuah cerita pribadi dan cerita jalanan jakarta di pagi hari pada umumnya. Lihat saja kalau nggak percaya....muda, tua, pelajar, ibu2 atau bahkan para eksmud bersepeda motor ketika lampu hijau perempatan pusat kota menyala????


Tiap pagi bisa jadi kita mengantarkan nyawa kita seiring dengan adrenalin yang terpacu secara alami

Dimana letak kesalahan itu

Kita punya hutan lebat….tapi tak produktif dan terus ditebang….hasilnya bencana



Kita punya lahan subur....tapi tak produktif dan terus dibangun Pusat Bisnis Konsumtif.....hasilnya kita impor beras, gula, bahkan tepung



Kita punya bisnis UKM....tapi tak sehat bersaingnya....hasilnya banyak pengawet, pewarna makanan, campuran berbahaya,



Kita punya banyak institusi pendidikan .....tapi tak didirikan sesuai standart....hasilnya lulusan jadi pengangguran dan menjadi beban



Kita punya lulusan intelektual bagus ..... tapi banyak yang tak bekerja di bidang aslinya .... hasilnya jadilah pekerja-pekerja bukan jadi pembuat pekerjaan baru.....



DIMANAKAH LETAK KESALAHAN ITU ............................

Friday, March 21, 2008

Di Sebuah Refleksi Perjalanan Awal Transisi

Ya sore itu kita semua berkumpul disebuah mushola kecil didepan rumah. Sebuah obrolan kecilpun dimulai sambil mengenang masa lalu yang tak akan pernah terlupa. Nostalgia dan sebuah pertemuan yang dinanti setelah sekian lama tak bersua setelah sekian lama bertualang.

Sebuah obrolan dari masing2 orang dimushola tersebut merefleksikan setiap transisi yang sedang meraka alami.

.....Session one...
Seorang diantaranya menceritakan dimana setelah pasca kampus sepertinya segala cerita berubah. Dimana dulunya hidup di suasana yang serba idealis dimana segala sarana aktualisasi, sarana belajar, dan sarana berinteraksi begitu terbingkai dengan sisi religi berubah. Dimana kehidupan direalita masyarakat mengharuskan dirinya untuk “berakrobat” mencara jati diri kembali. Memang pembicaraannya lebih banyak terkait dengan sisi bagaimana dia mencari “segenggam nasi” minimal untuk dirinya. Ya berbekal dengan ilmu yang telah ditimba sekian lama, dimana dulu kuliah dipercepat nggak bisa dan kuliahpun tak tahu harus kemana dia implementasikan itu ilmu...karena bimbang katanya.... Ya “akrobat” kehidupanpun dilakukan. Semua sisi pekerjaan yang berkait dengan ilmunyapun dicoba, satu dua bulan keluar masuk karena nggak cocok.

Alhamdulillah akhirnya dapat pekerjaan dibelakang meja tapi terlalu pasif. Ya mungkin tak cocok dengan tipikalnya yang memang sedikit senang aktif “berjalan-jalan” menyebarkan virus-virus semangat dan ketrampilan individu dalam kehidupan. Ya akhirnya diputus kontrak juga setelah dievaluasi kinerjanya tak maksimal...ya akhirnya mencari pekerjaan lagi.......

.....Session two...
Nah kemudian teman yang satunya berkomentar...kesabaran dan keuletan” dirimu akan mengahsilkan sesuatu yang besar...terus berjuang kawan....

Sembari menarik nafas dalam, dirinya juga ikut bercerita bahwa dulu kehidupannya juga sama. Karena keinginan untuk segera menikah membuat dirinya keluar masuk ke pekerjaan baru untuk segera memenuhi pundi-pundi tabungan untuk modal menikah. Nah setelah menikah segala sesuatu berubah lagi. Tuntutan sekarang tak hanya dari diri sendiri, tapi dari istri, keluarga dan masyarakat. Nah akhirnya segala upaya dia lakukan termasuk memasuki sebuah pekerjaan yang dia tahu ”track record” managementnya jelek. Namun karena masa penantian pekerjaan yang lebih baik tak kunjung tiba, maka diambil peluang itu. Namun setelah 6 bulan bekerja..rasanya fisik tak kuat karena ternyata kerjanya serabutan tak jelas Job Deskripsinya, pokoknya segala sesuatu dilakukan dikantornya. Dan aktivitas bisa mobile terus untuk mengontrol beberapa area proyek kerja kantornya.

Nah akhirnya dia merasa seperti tak ada masa depan kalau diteruskan disini,.....akhirnya segala cara untuk loncat ke pekerjaan lainpun dilakukan...tapi ternyata pekerjaan yang lebih baikpun beluam ketangkap. Akhirnya kepikiran untuk pulang kampungpun terlintas. ...Huft....Berjuang bersama istri disana katanya??? Udah sumpek dijakarta.


....Session Three....
Kok kedua cerita tersebut diaminin oleh teman yang ketiga yang ada disitu. Dia sekarang menjadi seorang ayah yang berjibaku tiap harinya dari pagi sampai sore. Samapi-sampai ketemu si kecil(umur masih 7 bulan) sudah tidur. Rasa ingin bercandapun tak kunjung tiba dihari hectic day. So tinggal sabtu minggu yang membuat dirinya full day bersama keluarga. Dan hari tersebutpun tak bisa diganggu gugat lagi. Ya kata dia mungkin beginilah jalan cerita yang harus dilewati untuk mencari bekal kehidupan. Ya bekal kehidupan didunia dan akhirat.

....Next....
Dan diakhir obrolan tersebut dia menyimpilkan bahwa pasca kampus memang waktunya yang muda terus berakrobat menemukan kariernya yang tepat. Ada yang merasa tak kunjung ketemu ”track” yang tepat dalam waktu dekat dan ada juga yang langsung ketemu jalan kariernya sehingga bisa lebih memfokuskan skill dan ilmunya disana.

Kemudian transisi selanjutnya adalah berkeluarga, dimana suatu fitrah untuk menjawab tantangan psikologis, fisik, dan regenerasi. Dimana segala komponen individu dilebur dengan kedua belah pihak. Tak hanya sang istri dan suami tapi beserta keluarga besarnya. Disini akrobat pekerjaan akan semakin berat jika tak segera menemukan track recordnya. Kesabaran mungkin menjadi salah satu jawaban untuk melalui segala hal diawal pernikahan.

Nah transisi yang slanjutnya adalah kehidupan yang diamanahi seorang anak. Ya anak yang membuat orang tua tenang bahkan termotivasi untuk terus berbuat yang lebih baik lagi. Dan Jika kehidupan pekerjaan tak bisa dilakukan eskalasi, maka ya mungkin itu sudah menjadi beban tersendiri. Karena segala sesuatu harus dipikirkan dari banyak faktor.

Ya itu mungkinsedikit cerita dari 3 serangkai teman seperjuangan yang dulu pernah berpisah dan sekarang sedang berkupul untuk bersama-sama lagi.
Ya ketika memasuki masa libur panjang seperti esok hari maka semua kru Ruang Bedah (Dokter Bedah, Perfuionist, Anestesi, Perawat) bergembira.....





Dan Jadwal untuk On Call / Stand by di hari libur jadi rebutan tersendiri. Karena ya…libur…libur kan seharusnya bersma keluarga……So…





He2x liburan jadi rebutan….Ya Semoga Bisa Menjadi Berkah Liburannya Yap

MediaBox